JAKARTA- Arkeolog
Dr Bambang Sulistyanto menyatakan bahwa kemungkinan temuan piramida di Gunung
Sadahurip, Kabupaten Garut, dari aspek arkeologi tidak masuk akal karena
Indonesia tidak mengenal kebudayaan piramida.
Menurut
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional tersebut, di
Jakarta, Minggu (18/12/2011), piramida merupakan kebudayaan Mesir dari abad
Sebelum Masehi, sedangkan kebudayaan Indonesia kuno bukanlah piramida,
melainkan punden berundak pada masa prasejarah dan candi pada era klasik atau
periode Hindu-Buddha.
"Lebih
dari seperempat abad saya belajar arkeologi, baru kali ini saya mendengar
adanya dugaan piramida di Indonesia. Kebudayaan Indonesia kuno itu tidak
mengenal piramida, tetapi sangat akrab dengan bangunan suci bernama punden
berundak atau candi," katanya.
Bambang
berkomentar, di lereng barat Gunung Lawu memang ada bangunan suci yang
bentuknya mirip piramida yang terpancung atapnya, namanya Candi Sukuh, yang
dibangun sekitar abad ke-15 Masehi. Namun, Candi Sukuh sangat berbeda baik
fungsi maupun maknanya dengan piramida di Mesir.
Sebelumnya,
Staf Khusus Presiden bidang Bencana Alam dan Bantuan Sosial Andi Arief
mengatakan bahwa tim katastropik purba menemukan dugaan adanya bangunan
berbentuk piramida di Desa Sadahurip Kabupaten Garut, Jawa Barat, yang cukup
mengagetkan.
Andi
menambahkan dari beberapa gunung yang di dalamnya diduga ada bangunan
menyerupai piramida, setelah diteliti secara intensif dan uji "karbon
dating", dipastikan umurnya lebih tua dari Piramida Giza.
Ditegaskan
Bambang, temuan piramida di Garut memerlukan bukti ilmiah karena, jika tidak,
maka ia tidak bisa memercayainya. "Boleh-boleh
saja orang menduga, tetapi soal kebenarannya, nanti dulu. Tanpa bermaksud merendahkan
pandangan, pendapat atau dugaan para ahli, adanya piramida di Sadahurip perlu
pembuktian secara ilmiah," katanya.
Pengujian
yang diperlukan untuk membuktikan kebenaran dugaan tersebut, menurut dia,
melalui pengujian ekskavasi (penggalian) sehingga bisa dibuktikan
sejelas-jelasnya.
"Tapi
apa mungkin menggali Gunung? Sampai berapa meter batas kedalamannya? Dan berapa
luas diameternya? Harus dipikirkan berapa kubik tanah galian yang harus digali
dan dibuang ke mana? Apa malah tidak merusak lingkungan?" ujarnya
bertanya-tanya.
Ia juga
tidak bersedia berkomentar soal uji georadar yang disebutkan sudah dilakukan
oleh tim tersebut di Gunung Sadahurip karena merasa bukan ahlinya.
"Saya
tidak yakin ada ahli yang berpendapat begitu. Jangan-jangan itu pendapat atau
pelintiran wartawan saja," katanya.
Menurut dia,
seharusnya Indonesia bangga mempunyai Candi Borobudur dan Prambanan yang
berasal dari abad ke-9 Masehi yang tak kalah tingginya dengan peradaban
piramida.